Biasanya kalau kita mendengar kata profesor yang terbayang
adalah orang tua dengan kaca mata tebal, berpakaian serba sederhana serta tidak ada tanda-tanda yang menarik padanya. Namun anggapan seperti itu akan segera hilang setelah pembaca semuanya membaca tiga daftar profesor termuda dari Indonesia ini. Mereka ini adalah anak-anak muda yang sangat cool, bersih, dan ga norak.
Sangat cocok di jadikan teladan bagi para kaum muda yang sedang meniti usaha meraih cita-cita. Bahwa setiap kemauan
pasti ada jalan bukanlah semboyan kosong yang tanpa arti. Udah ya, ga usah basa-basi lagi. Berikut tiga daftar profesor termuda itu.
Kalau dari namanya tidak ada yang menyangka kalau pria
asal Wonosobo, Jawa Tengah ini adalah profesor di salah satu universitas tebaik di dunia.
Profesor Sasmito mendaptkan gelar profesornya pada umur sangat muda yaitu 30
tahun dari McGill University yang merupakan urutan ke 21 universitas tebaik di dunia. Dia merupakan profesor termuda dan pertama di bidang Jurusan Teknik Pertambangan dan Material di McGill
University. Atas keahliannya itu, Profesor Sasmito dipercayai memegang kendali
di laboratorium mine ventilation, energy, and
environment di kampusnya.
Riwayat
pendidikan Profesor Sasmito sangat cepat dan cemerlang. Dia menempuh S3 melalui direct Ph.D di University
of Singapore (NUS). Program ini memungkinkan orang untuk langsung mengambil
S3 tanpa terlebih dahulu mengambil S2. Agar tetap bisa berkontribusi terhadap
Indonesia, Profesor Sasmito mengundang putra-putri Indonesia melakukan
penelitian di bidang mine
ventilation, energy, and environment di
labolatoriumnya. Dia juga diberikan wewenang untuk merikrut
tim peneliti baik dari S2 mapun S3 dan post doctoral.
2. Profesor Nelson Tansu, Ph.D.
Pria kelahiran Medan, 20
Oktober 1977 ini meraih gelar profesor pada umur 32 dari Universitas Lehigh.
Perjalanan akademiknya juga sangat cemerlang dan cepat. Dia mendapatkan gelar doktornya pada umur sangat muda yaitu 26 tahun. Nelson Tansu
merupakan profesor dalam bidang teknologi nano. Teknologi nano adalah teknologi
terkini yang menjadi harapan masa depan. Dengan teknologi nano sebuah alat yang
biasanya membutuhkan daya 100 watt bisa di buat hanya membutuhkan daya 1,5 watt
saja. Oleh karena itu banyak negara seperti salah satunya Jepang yang ingin
menjadikannya sebagai warga negaranya.
Profesor Nelson Tansu saat ini belum menginginkan untuk kembali ke Indonesia karena menurut dia fasilitas yang
ada di Indonesia sangat tidak mendukung untuk penelitiannya. Selain itu gaji
seorang profesor di Indonesia sangat tidak sebanding dengan apa yang dia
kerjakan. Sebagai perbandingan kalau di Singapura, gaji seorang profesor 18-30
kali lebih besar dari gaji profesor di Indonesia. Sedangkan biaya hidup di
Indonesia hanya 3 kali lebih murah dari Singapura.
3. Profesor Firmanzah, Ph.D.
Profesor termuda yang berikutnya datang dari
ahli bidang
manajemen strategi. Dia bernama Firmanzah, lahir di Surabaya pada 7 Juli 1977. Dia di angkat sebagai profesor di Universitas Indonesia pada umur 34 tahun. Sangat
muda sekali bukan? Selain itu dia juga menjadi salah satu dekan termuda di
Indonesia. Dia terpilih menjadi dekan Fakultas Ekonomi pada umur 31 tahun. Sedikit cerita kalau untuk menjadi dekan di UI
harus melalui tahapan yang sangat sulit dan bersaing dengan orang-orang hebat lainnya.
Profesor Firmanzah terpilih pada 22 April 2008 dengan mengungguli pesaingnya
yaitu Prof Sidharta Utama PhD CFA dan Arindra A Zainal, PhD. Saingan yang jauh
lebih tua dan tentunya memiliki pengalaman yang sangat mumpuni di bidangnnya.
Profesor Firmanzah tidak
hanya bergelut di dunia akademis di kampus namun juga ikut membantu pembangunan
Indonesia melalui pemerintah. Terakhir beliau ditunjuk Bapak Presiden SBY untuk
menjadi Staf Khususnya bidang Ekonomi. Sebuah jabatan yang akan berhenti ketika
masa jabatan presiden yang mengangkatnya habis.
Berikut tadi tiga profesor termuda yang berasal dari Indonesia. Semoga bisa menjadi pemicu semangat para
pembaca sekalian dalam meraih cita-cita setinggi-tingginya.
(Ardian Pradana)
(Ardian Pradana)
0 comments:
Posting Komentar